Tanah Air
Bahwa Indonesia adalah diri kita sendiri yang diciptakan dari unsur-unsur langit, dan unsur bumi/tanah. Karena diri kita merupakan satu kesatuan antara tanah (bumi) dan air. Air adalah gabungan beberapa unsur langit. Dan air adalah sifat yang mampu menghidupkan tanah yang mati.
Pada awalnya tanah itu gersang, sampai turunnya air yang menghidupkan. Ibarat Adam yang tidak sempurna melainkan setelah bertemu dengan Hawa, begitupun tanah yang tetap gersang hingga turunnya air. Adam-Hawa adalah Tanah-Air, mampukah kita menurunkan air itu pada tanah yang mati agar hidup?. Seorang pemimpin wajib memiliki Tanah Air yang akan ia bina, itulah sebabnya mengapa salah satu syarat untuk menjadi Presiden adalah ‘sudah menikah’, artinya ia telah memiliki Tanah-Air, ia telah menjadi manusia (insan) bukan sekedar orang (basyar)
Aku
Mari kita lanjutkan pada kata berikutnya setelah Tanah Air yaitu kata ‘aku’. Berdirilah dihadapan cermin, itulah Indonesia yang kita lihat dalam cermin tersebut – itulah Tanah Air, lantas dimana pemilik nya si ‘aku’ itu? Pemilik Tanah-Air itu yang bersemayam di dalamnya, dialah sang pemimpin tanah air tersebut yang menjadi kodratnya.
Wa idz qulnaa lil malaa-ikati innii jaa’ilun fil ardhi kholiifah .. (Al Baqoroh)
Aku tersebut adalah sang pemimpin alam semesta dirinya, atau Master of The Universe. Dia lah yang telah menerima amanah atau tanggung jawab kepemimpinan atas Tanah-Air nya tersebut. Dan tidak ada satupun makhluk dibumi ini yang mendapatkan amanah sebagai pemimpin kecuali manusia (insan), si aku adalah sang insaan atau manusia. Dan kitab Al Quran itu sendiri diturunkan untuk manusia sebagai pegangan seorang pemimpin, kitab al Quran diturunkan bukan untuk orang, atau manusia-manusia an.
AKU adalah manusia, bukan orang
Dalam al Quran kata manusia diartikan dengan Naas atau insaan, sedangkan kata orang diartikan dengan basyar. Manusia dan orang adalah dua kata yang serupa tapi tak sama, manusia sudah pasti orang – tapi orang belum tentu manusia. Orang dalam bahasa sunda nya adalah jalma (jelmaan), artinya bahwa orang itu hanya jelmaan manusia – bukan manusia nya itu sendiri. Ada sebuah kisah dari negeri Yunani, sbb.
Konon pada suatu hari di siang hari yang sangat terik, di tengah-tengah pasar di Athena. Seorang tua berjalan membawa lentera, masuk ke tengah-tengah kerumunan orang yang tengah sibuk hiruk pikuk berbelanja. Orangtua tersebut jalan kesana kemari dengan lentera nya seolah tengah mencari sesuatu. Lantas seseorang bertanya pada nya “hai orang tua, apakah yang sedang engkau cari?. Jawabnya, “aku sedang mencari manusia”.
Halah? memangnya yang tengah hiruk pikuk berkerumun ditengah pasar itu BUKAN manusia?
Mereka nampaknya manusia, tapi sebetulnya mereka hanyalah orang biasa, mereka adalah jelmaan manusia (jalma), mereka hanyalah basyar bukan insaan, mereka ibarat bumi yang mati belum memiliki hidup dan kehidupan, mereka bagaikan zombie-zombie yang berjalan
“..Inanii anaa basyarum mitslukum, yuuhaa ilayya ...dst.” (Al Quran)
Akupun juga orang seperti kamu semua, hanya saja telah dihidupkan ...dst. Begitulah gambaran insan atau ingsun, yaitu basyar namun telah hidup dan memiliki kehidupan, setelah bangkitnya si aku, sang insaan atau sang pemimpin.
Sewaktu kecil saya pernah mendapat cerita dari simbah saya, bahwa jika ada manusia di makan macan, atau binatang buas lain, itu karena yang terlihat oleh mata macan tersebut bukanlah manusia, tetapi kambing. Betapa rendahnya nilai orang/basyar, diserupakan dengan hewan lainnya, seperti pada bait sebuah mantra sbb. ...jalma mara, jalma mati, iblis mara iblis mati, sato mara sato mati ...
Begitulah nasib bumi yang mati tanpa pemimpin. Padahal sang pemimpin telah diutus dan ada di dalamnya, bagaikan seorang rosul dia diutus untuk menghidupkan bumi itu, namun sampai batas waktu ajal belum juga utusan tersebut yang hakikatnya merupakan sang pemimpin, atau sang aku itu dibangkitkan. Semoga kita tidak termasuk dalam golongan mereka yang membunuh Rosul yang telah diutus. Na’udzu billaahi min dzaalik
Orang Inggris sendiri seolah memahami betapa sang aku itu harus tegak berdiri untuk memimpin tanah-air, dalam bahasa Inggris kata aku dilambangkan dengan “I” – seperti huruf alif yang tegak berdiri, seperti tegaknya tugu monas.
Anaa Qumtu bi huruufil AALIF fii kaana fillaahi wahyakal Muhammadin ..
Sang Aku tegak berdiri tegak bagaikan huruf Alif, dalam al Quran perintah untuk membangkitkan tegak sang aku sangatlah banyak. Begitulah sang aku, sebagai utusan (rosul), sang pemimpin yang harus dibangkitkan TEGAK !!. Sang Aku adalah dzat hidup dari sang MAHA HIDUP, dari nur NYA yang suci – nur yang terpuji atau dalam bahasa arabnya Nur Muhammad.
Yaa ayyuhal mudatstsir .. QUM .. fa anzhir (Al Quran)
Lalu bagaimanakah caranya kita sebagai pengurus Seikhwan mampu membangkitkan sang Aku atau sang pemimpin tersebut dari dalam diri kita? Tidak ada yang mampu melakukannya kecuali hanya Ridho Allah – melalui riyadhah bathin dan munajat malam yang kita lakukan. Mari kita lanjutkan pada bait kalimat berikutnya dari lagu Indonesia Raya
TANAH TUMPAH DARAHKU
Bicara darah berarti bicara hidup dan kehidupan karena sudah tercurah air dari langit yang membasahi dan meresap menyatu. Darah adalah lambang hidup dan kehidupan, darah tidak sekedar unsur air saja tapi menyatu didalamnya beberapa unsur termasuk darah putih. Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku
DISANALAH AKU BERDIRI
Untuk menjadi seorang pemimpin, sang aku harus bangkit berdiri – dan berdirinya bukan disini tapi disana. Kata ‘disana’ mengisyaratkan perlunya suatu kesungguhan tekad dan nekad untuk bangkit dan memohon ridho NYA, juga mengisyaratkan ada nya suatu usaha untuk melakukan perubahan yang dinamis, suatu pergerakan – bagaikan hijrahnya rosul dari Makkah menuju Madinah
Wa tilkal amtsaalu nadhribuhaa linnaas .. (Al Quran)
Itulah sebabnya betapa beratnya tanggung jawab yang ada di pundak kita sebagai pemimpin, guna memimpin Tanah Air ini baik dalam pengertian mikro maupun makro sehingga memiliki kedaulatan penuh
JADI PANDU IBUKU
Dari penggalan kalimat tersebut kita bisa memahami betapa sang Aku ternyata memiliki seorang ibu, walaupun tanpa ayah – karena memang sang aku adalah seorang anak yatim.
Sang aku adalah dzat hidup dari sang MAHA HIDUP, ditiupkan kedalam rahim seorang ibu sebagai amanah, yang tidak memiliki ayah sebagaimana nabiyulloh Isa. Sang Aku adalah Nur Muhammad, nur yang terpuji, yang kelak mendapatkan amanah sebagai seorang pemimpin yang dapat membela ibu nya kelak.
Bagaikan janin yang berproses, berkembang tanpa mengganggu dan mengusik hidup dan kehidupan sang ibu, sampai akhirnya dilahirkan sebagai seorang anak. Dan pada suatu saat, sang ibu bergantung kepada anak tersebut, sebagai pembela diri nya – sebagai pembela Tanah Air.
Begitulah seorang pengurus Seikhwan harus mampu membuat suatu tindakan menghidupkan bumi atau manusia yang telah mati, serta menyembuhkan bumi atau manusia yang sakit – dengan mencontoh pergerakan janin, yang secara harmonis mampu berkembang tanpa mengusik atau mengakibatkan terusiknya alam disekitarnya. Lurug tanpo Bolo, Menang Tan Ngasorake. Sang ibu tanpa sadar akhirnya bergantung pada diri sang anak.
INDONESIA KEBANGSAANKU
Tidak ada satupun negara di dunia ini yang paling banyak memiliki suku-suku dan ragam bahasa kecuali Tanah Air kita. Suku sunda, makasar, banten, jawa, madura, bali, buton, padang, dll. semuanya membentuk corak warna tersendiri yang disebut suku bangsa. Semua suku telah melebur dalam satu warna kebangsaan, yaitu bangsa Indonesia – sebagai species unik, banyak tapi 1 – 1 tapi banyak, Bhineka Tunggal Ika.
Coba kita katakan “inilah aku ...”, maka yang dimaksud adalah totalitas keseluruhan jasad dan rohani kita sebagai satu kesatuan, sebagai satu perukunan yang harus kompak harmonis dan sistematis bergerak bersama menuju suatu tujuan.
Lihatlah sebuah komputer, yang mana yang disebut dengan komputer itu sendiri? monitor nya kah?, CPU nya kah? keyboardnya kah? .. TIDAK !!..komputer adalah seperangkat, komputer adalah perukunan, itulah sebabnya dalam bahasa Inggris disebut dengan a computer set. Begitulah gambaran manusia yang merupakan gabungan dari banyak dan ragam anasir, begitulah gambaran bangsa Indonesia pula.
Itulah sebabnya betapa azas GOTONG ROYONG ..holopis kuntul baris, benar-benar merupakan ciri khas bangsa Indonesia, sebagai bangsa perukunan yang tentunya harus rukun tidak memiliki rasa egois, tidak merujuk kepada ‘ingin tampil sendiri’ – tetapi harus tampil sebagai perukunan. Barangsiapa yang ingin memisahkan diri dari perukunan, maka ia akan lemah dan hancur.
“Assalaamu alaikum ...”
Assalaam berarti keselamatan, kata “kum” menandakan pengertian satu tapi banyak, satu perukunan. Artinya barangsiapa ingin selamat maka harus menyatu, berjamaah dalam satu perukunan, dalam satu ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta
BANGSA DAN TANAH AIRKU
Begitulah kita sudah memahami bahwa Indonesia adalah bangsa, sekaligus tanah air AKU. Dan bagaimana semuanya harus menyatu dalam satu perukunan
MARILAH KITA BERSERU – INDONESIA BERSATU
Marilah kita sama-sama memiliki nawaitu yang tulus, memiliki tekad dan nekad untuk membangkitkan seorang pemimpin yang ada dalam diri kita sendiri, bangkit dari tanah air kita baik mikro maupun makro, karena dialah unsur yang hidup, utusan (rosul) dari sang MAHA HIDUP. Sebagai pemimpin yang wajib melebur, menyatu dalam satu perukunan
Laqod jaa-akum Rosuulun min anfusikum Aziizun ... (Al Quran)
Sungguh telah dibangkitkan bagi kamu seorang utusan dari dalam diri kamu sendiri, dia sangat perkasa ... dst.
HIDUPLAH TANAH KU HIDUPLAH NEGERI KU
Disinilah bagaimana setiap warganegara Indonesia, sebagai pemimpin harus mampu meng hidupkan alam yang mati, menyembuhkan alam yang sakit baik alam semesta dirinya, alam semesta keluarganya, alam semesta lingkungannya dan yang lebih luas yaitu negeri nya yang menggambarkan satu kebersamaan, satu perukunan – sesuai dengan bait syair “Hiduplah tanahku, hiduplah negeriku, bangsaku, rakyatku, semuanya ..” selanjutnya menyehatkan sehingga dapat menjadi satria yang mampu membela Ibu Pertiwi, mempertanggungjawabkan kepemimpinannya dihadapan NYA sebagaimana bait syair “bangunlah Jiwa nya, bangunlah badannya” ..
Hal ini mengisyaratkan bahwa sebagai pemimpin, tidak melulu memfokuskan hanya pada kegiatan menghidupkan, menyembuhkan, membangun fisk saja tetapi menghidupkan, menyembuhkan, membangun jiwa, yang merupakan anasir metafisik dan justru merupakan elemen terpenting pada alam. Dan semua ini dilakukan bukan untuk kepentingan pribadi, maupun golongan tapi untuk INDONESIA RAYA, untuk kejayaan perukunan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, mewujudkan negeri yang benar-benar merdeka, adil dan makmur
“baldatun thoyyibatun wa robbun ghofuur”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar